Selasa, 14 April 2009

Menunduk Karena “Pakewuh” atau karena Allah?


-->
Pada suatu waktu, siswa putra SMA MTA (teman penulis dulu) berpapasan dengan siswa putri. Secara serentak mereka menundukkan kepala ke bawah. Selama beberapa langkah, mereka tetap menundukkan pandangan. Tak terduga, mereka saling berhadapan dengan menengok ke belakang. Wajah mereka berhadapan lalu mereka berdua menundukkan kepala lagi karena malu. Lalu mereka berdua melanjutkan perjalanan masing-masing. Cerita itu bukan sekedar karangan, tetapi itu adalah sebuah fakta. Peristiwa ini tidak hanya terjadi sekali. Namun, terjadi berkali-kali di zaman penulis masih sekolah di sana (tahun 2006-2007). Ada hal apakah di balik kejadian itu?

Di SMA MTA, gadhul bashor (perbuatan menundukkan pandangan) ketika saling bertemu antara putra dan putri sudah menjadi kebiasaan atau culture (itu dahulu). Namun, ketika perbuatan itu hanya dimaknai sebagai sebuah kebiasaan, hal itu tidak berguna sama sekali. Kebiasaan ghadul bashor harus diiringi dengan niatan sebagai ibadah, harus ada unsur karena Allah nya. Seperti fakta yang sudah ditulis di awal, kita bisa fahami bahwa perbuatan mereka itu bukan karena dorongan dari iman, tetapi lebih cenderung karena pakewuh sehingga ketika mereka merasa sudah tidak dilihat oleh siswa atau siswi yang berpapasan tadi mereka menengok karena penasaran.
Ketika penulis mencoba mengadakan survey di asrama putra SMA MTA, 8 dari 10 santri asrama putra mengaku bahwa mereka menundukkan pandangan ketika bertemu putri di lingkungan SMA karena rasa pakewuh atau malu dengan putri. Di lain kasus, mereka menundukkan pandangan di SMA MTA, tetapi di luar SMA MTA mereka bebas mengumbar pandangannya.

Seharusnya, seorang pemuda muslim berazam untuk menundukkan pandangan. Menundukkan pandangan tidak berarti harus menunduk-nunduk ketika berjalan, akan tetapi menurut cukup dengan mengalihkan fokus ke arah lain. Atau pada kasus tertentu, ketika menemukan suatu hal yang menarik hati haruslah segera mengalihkan pandangan ke tempat lain.

Tulisan ini sekedar curhatan hati penulis ketika masih sekolah di SMA MTA.  Lalu bagaimanakah urgensi dari menundukkan pandangan? Dan bagaimanakah hukumnya? Perlu pembahasan tersendiri.

Tapi bagaimana kita mensikapi Ghadul Bashor tergantung kepada pemahaman kita tentang hijab itu sendiri. Masalah tentang perbedaan pemahaman dalam memahami haruskah hijab antara ikhwan dan akhwat sampai benar-benar tertutup semua seperti ketika Aisyah menemui sahabat-sahabat Rasulullah (hal ini memang diperintahkan Rasul). Atau pendapat yang lain yang berpendapat bahwa hal itu khusus untuk istri Nabi, sedangkan akhwat yang lain tidak sampai tertutup rapat seperti itu. Perlu pembahasan khusus, untuk membahas kedua pendapat tersebut. 

Wallahu A'lam Bishshowab