Jumat, 22 Maret 2013

Bisa Jadi Benci Tapi Baik....(bersandar kepada Allah)

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Ayat ini mengandung beberapa pengertian:

"Kutiba 'alaikumul Qitaalu wa huwa kurhul lakum."
1. Jika dimintai pertolongan untuk jihad pada masa itu diwajibkan untuk membantu. Dan Jihad untuk memperjuangkan Islam pada masa itu adalah sangat berat bagi setiap orang Islam.

" Wa 'asaa an takrohu syaia wa khoirullakum, Wa 'asaa an tuhibbu syaia wa huwa syarrul lakum"
2. Hal ini bersifat umum, tidak hanya berkaitan dengan perang. Bisa jadi kita cenderung terhadap sesuatu tapi tidak ada kebaikan kepadanya.
 
"Wallaahu ya'lamu wa antum ta'lamuun."
3. Allah lebih mengetahui tentang akibat dari semua perkara. Maka hendaklah kita berserah diri kepada Allah, menaati perintahNya, semoga kita dapat petunjuk....

Kepada siapakah ayat ini dialamatkan? Tidak lain dan tidak bukan adalah orang-orang yang beriman.

Ayat ini masih menjadi satu rangkaian dengan ayat Al Baqoroh ayat 208. Kenapa? karena seorang yang beriman adalah seorang yang tawakkal dan para pengambil hikmah
.................... [Ibnu Katsir 2:216]

Memang ayat ini mengajarkan diri kita untuk selalu bersandar kepada Allah. Ketika susah maupun senang, maka kita sandarkan diri kita kepada Allah.
Tak bisa lepas dari tafsir ayat ini, istikhoroh menjadi salah satu untuk menetapkan hati sekaligus berusaha bertawakkal kepada Allah ketika menentukan pilihan.

#Masih harus melawan hawa nafsu yang terus menyerang.......

Bagaimana Rasulullah Menanggapi Fitnah


[SIRAH]
Di Masa Sekarang, fitnah berupa berita bohong (haditsul ifki) mudah sekali ditemui di dalam kehidupan kita. Fitnah ini dapat menimpa siapa saja dan organisasi apa pun. Bahkan, dengan berkembangnya media, berita ini lebih mudah untuk tersebar. Dalam menghadapi haditsul ifki ini, seorang muslim hendaknya memperhatikan Uswah kita, Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa Salam.

Pada masa kenabian, didapati haditsul ifki yang mengguncangkan umat Islam di Madinah. Haditsul Ifki ini menimpa Ummahatul Mukminin, A'isyah RadhiyAllaahu 'anhaa. Hadistul ifki ini akhirnya dapat diselesaikan setelah Allah menurunkan surat An Nuur berkaitan dengan haditsul ifki.

Apa pelajaran yang dapat kita ambil dr peristiwa itu? Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka adalah kewajiban pokok yg dtunaikan kaum muslimin.
Inilah yang dilakukan oleh para Shahabat yang masih terjaga hatinya oleh Allah. Ketika fitnah menyerang, para shahabat bershabar dan tidak menyebarkan tuduhan yang baru sebatas prasangka tersebut. Siap para tokoh penyebarnya? tidak lain adalah para munafiqin. Yang lebih mengagetkan, ada juga kaum muslimin (mungkin karena akidah yang lemah) yang tanpa sengaja ikut menyebarkan berita bohong tersebut.

2. Jangan menerima isu begitu saja.
Setiap tuduhan harus disertai dengan bukti dan saksi. Jika tuduhan masih bersifat prasangka, lebih baik kita diamkan, tidak menerimanya dan tidak menyebarkannya. Mengenai tuduhan harus disertai saksi maka hal ini tertulis di surat An Nur ayat 13 (salah satunya).

3. Timbanglah secara cermat dalam menilai benar tidaknya suatu isu.
Timbangkan masak-masak apakah yang dituduhkan benar atau salah. Bandingkan pribadi orang yg diisukan dengan diri sendiri. Jika orang yang diisukan harusnya lebih sholeh dari kita, maka kita perlu melakukan tabayyun terlbih dahulu. ketika ditanya mengenai isu yang menimpa Ibunda A'isyah Radhiyallaahu 'anhaa, Sahabat Ayub Al Anshari radhiyAllaahu 'anhu menjawab pertanyaan istrinya secara diplomatis, yaitu dengan cara membandingkan kesholehan dirinya dengan kesholehan Ibunda A'isyah, jadi tidak mungkin  Ibunda A'isyah melakukan perbuatan keji tersebut.

4. Jangan biarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dlm menyelesaikan tersebarnya kabar bohong.
Contoh terpuji di sini adalah Zainab binti Jahsyi radhiyAllaahu 'anhaa, ummahatul mukminin.Ketika fitnah menyebar, beliau diam dan masih berkhusnudhon. A'isyah Radhiyallaahu 'anhu pun memuji sikap dari Ibunda Zainab tersebut.
Jika nafsu ikut campur, ketika berita bohong menimpa Ibunda A'isyah, maka para madunya akan dengan mudahnya menyebarkan berita bohong tersebut.

5. Beban terberat dlm menghadapi haditsul ifki adalah sikap yg mesti diambil oleh orang yg diisukan. Jangan sampai membalas berita bohong dengan berita bohong lainnya. Jangan melanggar kehormatan orng lain.

Contoh yg baik adalah sikap Rasulullah SAW dan keluarga Abu Bakar. Rasulullah sebagai suami dari seorang istri yang diisukan, sekaligus sebagai pemimpin dari Umat Islam saat itu. Maka, Rasulullah memilih tidak membahas isu ini sedikitpun. Rasulullah hanya mendiamkan Ibunda A'isyah dan tidak mengambil tindakan menghukumnya karena ketidak jelasan isu tersebut.
Keluarga Abu Bakar, sebagai korban, melakukan tindakan diam, tidak membalas isu tersebut dengan kebohongan yang lain, tidak melanggar kehormatan orang lain pula. A'isyah sendiri memilih mengadu kepada Allah dan bershabar menunggu keputusan dari Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa salam.

6. Menghukum orang yg terperdaya dan terlibat dlm menyebarkan fitnah.
Setelah ayat turun, maka Rasulullah mengumumkan bahwa A'isyah tidak bersalah dan melakukan pemeriksaan yang teliti terhadap sumber dari fitnah tersebut dan para penyebar utama dari berita bohong tersebut. Tentu harus dilakukan pemeriksaan dengan sangat teliti.


[Diambil dari Fiqhush Shirah Manhaj Haroki dan sirah Nabawiyah syeikh Safy Al Rahman Al Mubarakfuri]


Maka berhati-hatilah terhadap suatu kabar burung. Tabayyun adalah salah satu prosedur wajib yang dituntunkan. Tabayyun juga didapatkan pada peristiwa pengumpulan zakat dari Bani Mustaliq,  dan ada pembawa berita yang keliru menyampaikan berita, sehingga turun surat Al-Hujurat ayat  6.

Wallaahu a'lam