Jumat, 24 Agustus 2012

All About Istikhoroh (2)


A.      Memahami makna dari istikhoroh
Doa tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih”

Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.” [HR. Bukhari no. 7390, dari Jabir bin ‘Abdillah]


a.    Bagian pertama, kita beristikhoroh atau meminta pilihan kepada Allah dengan pengetahuan-Nya, dan seterusnya. Yang intinya kita menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dengan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Nya. Selanjutnya, kita lebih mengakui bahwa memang Allah lah yang punya kemampuan tersebut dan kita tidak punya kemampuan itu sama sekali. Dan akhirnya, masa depan dan perihal yang terbaik bagi diri kita merupakan masalah ghoib dan yang tahu hanyalah Allah. Oleh karena itu, kita mengatakan bahwa Allah lah yang Maha Mengetahui yang Ghoib.
b.    Bagian kedua, Kita meminta dipilihkan secara spesifik tentang urusan kita. Jika urusan baik bagi diri kita (urusan tersebut, dunia, dan akhirat), maka kita minta agar kita ditetapkan padanya, dimudahkan dalam menjalaninya, dan berilah barokah padanya. Namun, jika keputusan tersebut buruk bagi diri kita (urusan tersebut, dunia, dan akhirat), maka kita minta agar dipalingkan daripadanya, dan minta ditakdirkan yang terbaik bagi diri kita dan kita dibuat ridho terhadap masalah yang kita dipalingkan dari padanya.
c.    Oleh karena itu, jika pilihan kita ternyata dimudahkan dan tercapai, maka perlu disyukuri. Jika ternyata tidak sesuai dengan keinginan/pilihan kita, maka sesungguhnya inilah pilihan yang diberikan oleh Allah. Jadi pertama kali menerima kenyataan, ditanggapi dengan shobar, dan ketika di belakang hari ternyata ditemukan hikmah dan nikmat di belakang semua itu, ditanggapi dengan syukur.

E.    Tambahan
a.    Bagian pertama dan bagian kedua dari doa istikhoroh tidak boleh dipisahkan. Perlu diingat jangan sampai kita langsung ke bagian dua dari doa istikhoroh tersebut, dikarenakan hadits berikut.
Dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian berdoa, maka hendaklah bersungguh-sungguh dalam doanya, dan jangan sekali-kali mengucapkan, Allahumma insyi’ta fa a’thinii (Ya Allah jika engkau menghendaki, maka berilah aku), karena sesungguhnya Allah tidak ada yang memaksa). [HR mutafaqun ‘Alaih, dan lafadzh itu bagi Muslim]
b.    Dan penulis anggap perlu mencantumkan sedikit tafsir dari Al Baqoroh 216.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan perang, sesungguhnya kewajiban perang sangat berat.  Maka Allah memberikan ayat ini agar orang –orang beriman menjalani kewajiban untuk berperang dengan keyakinan untuk mengharap ridho Allah walau perang ini sangat berat baginya. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini bersikap umum mencakup semua perkara [3]. Adakalanya yang kita sukai tidak ada maslahat di dalamnya, dan yang tidak disukai ternyata ada maslahat di dalamnya.
Di akhir ayat difirmankan bahwa Allah mengetahui sedangkan kita tidak mengetahui. Ada dua point dari penjelasan Ibnu Katsir yang patut kita perhatikan terhadap potongan ayat ini. (1) Allah lebih mengetahui tentang akibat dari semua perkara daripada kita, dan lebih melihat apakah di dalam suatu urusan terkandung kemashlahatan dunia dan akhirat bagi kita. (2) Maka sudah seharusnya, dalam keadaan apapun, kita harus mentaati perintah Allah dan menjalankan seruannya. Jangan sampai kita sudah sangat sering beristikhoroh, dan tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, akhirnya kita ‘ngambek’ untuk beribadah kepada Allah dan berprasangka buruk kepada Allah.
F.    Anggapan syubhat yang sering terjadi di kalangan manusia
a.    Hal hal syubhat yang sering terjadi di sekitar kita, mereka melakukan istikhoroh lalu mengharapkan mimpi atau pertanda yang muncul berkenaan dengan pilihan mereka. Sesungguhnya hal ini tidak dituntunkan oleh Allah dan Rasul Nya.

Tidak ada komentar: